PUAS DIRI ATAU TUMBUH?

MINGGU BIASA 26, A; 8 Oktober 2023
Yeh. 18:25-28; Flp. 2:1-5; Mat. 21:28-32

 

Yesus nampaknya punya pandangan negatip terhadap para pemimpin bangsa Yahudi, seperti yang kita dengar hari ini. Pelacur dan pemungut cukai akan masuk surga, sedang mereka tidak. Mengapa demikian? Mereka tahu jawaban yang benar dari contoh yang diberikan Yesus. Lebih baik jadi anak yang mula-mula menolak dan kemudian menyesal dan bekerja sesuai permintaan bapaknya. Tetapi mereka tidak percaya pada Yohanes Pembaptis. Bahkan sesudah orang-orang yang dianggap pendosa itu bertobat, mereka tetap berkeras hati tidak mau berubah. Karena mereka yakin bahwa ketaatan pada hukum sudah cukup untuk selamat. Mereka mengandalkan usaha dan perbuatan baik mereka untuk dapat selamat. Kita selamat karena kita baik. Itu cara pandang mereka. Sedang para pelacur dan pemungut cukai, tahu bahwa mereka tidak baik. Karena itu mereka mau bertobat, mengubah cara hidup mereka. Mereka tahu, mereka hanya dapat menyandarkan diri pada kemurahan hati Allah untuk dapat selamat. Kita selamat karena Allah baik. Pandangan ini yang diterima Yesus. Keselamatan adalah anugrah dari Allah, bukan hasil usaha kita sendiri.

Pada jaman modern ini, dengan budaya instant, kita juga didorong untuk memperhatikan hal-hal luar, penampilan jasmani. Pakai ini, beli itu, kalau mau cantik, modern, bercitra sukses dsb. Hal itu juga masuk dalam hidup batin dan rohani. Kita minta resep, rumus doa, yang manjur dan menjamin ketenangan hati, kesuksesan, penyelesaian masalah dsb. Ada orang tua yang mengeluh tentang anaknya yang nakal. Setelah mendapat nasihat untuk tinggal di rumah dan memberi perhatian lebih banyak kepada anak mereka, mereka mengeluh: “Yang nakal anak kami, kenapa kami yang harus jadi repot tinggal di rumah?” Anak itu nakal karena kurang perhatian dan kelebihan sarana. Orang tuanya tidak mau repot mengubah diri, mereka ingin metode yang manjur agar anak tidak nakal dan mereka tidak direpotkan. Orang ada kesulitan dalam usaha. Doa novena mana yang manjur, agar kesulitan ini dapat hilang? Budaya instan dunia modern membiasakan kita untuk mencari obat mujarab untuk segala masalah. Masalah ada di luar sana, maka situasi harus diubah, supaya saya jadi enak, senang dan bebas. Kita masih seperti orang Farisi. Tahu mana jawaban yang benar, tetapi tetap tidak mau pergi dan berubah.

Orang yang tidak kaya, tidak punya uang atau sarana untuk mencari obat mujarab itu, maka mereka harus menyesuaikan diri, menyederhanakan hidup agar dapat bertahan. Seperti para pendosa, mereka hanya dapat berharap pada belas kasih Tuhan, sambil berjuang bertahan.

Orang yang dianggap pendosa itu selamat karena mereka percaya pada pemberitaan Yohanes. Percaya artinya diubah oleh apa/siapa yang dipercayainya. Percaya lebih dari tahu dan yakin. Kalau kita selamat dari apa yang kita ketahui, sudah lama dunia ini beres. Kita tahu banyak sekali tetapi sedikit sekali yang kita perbuat dari yang kita ketahui. Karena meski kita tahu, kita belum mau. Mungkin kita mau, tapi sering kita tidak mampu. Tahu, mampu dan mau merupakan 3 unsur khas dalam diri manusia yang membuat ia tumbuh menjadi lebih baik dari sebelumnya. Memadukan ketiga unsur ini yang merupakan suatu perjuangan dalam hidup kita.

Yeheskiel menunjukkan perlunya bertobat. Paulus kepada umat Filipi menekankan perlunya kerendahan hati dan perhatian kepada kepentingan orang lain. Ini sikap dasar yang memberi arah kepada kemauan kita. Bertobat berarti mengakui bahwa cara hidup dan kebiasaan yang kita jalani itu salah. Kerendahan hati merupakan pengakuan bahwa kita masih perlu belajar dan berjuang untuk menjadi lebih baik. Perhatian kepada kepentingan orang lain, merupakan arah perubahan hidup kita. Kita hanya dapat menjadi lebih baik kalau kita tidak berpusat pada diri sendiri. Hidup ini punya arah kalau kita punya arti bagi sesama kita.

Kita punya pilihan, bertobat, merendahkan diri, memperhatikan kepentingan sesama dan berjuang mengembangkan apa yang kita tahu, mau dan mampu menjadi kebiasaan baru yang mengarahkan kita dan sesama menuju keselamatan. Atau kita dapat seperti orang Farisi, berpuas diri dengan apa yang kita tahu dan kebiasaan-kebiasaan kita dan berhenti tumbuh. Mari kita mohon kurnia kebijaksanaan, keberanian dan ketekunan dari Allah untuk dapat bertobat dan memilih yang menumbuhkan kita lebih dekat dengan Dia. AMIN

 

RD. Johanes Handriyanto Widjadja

RD. Johanes Handriyanto Widjadja

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *