“Orang-orang yang berjalan di depan dan mereka mengikuti dari belakang berseru: “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan bapak kitabDaud, Hosana di tempat yang maha tinggi!” (Markus 11:9-10)

Hari Raya Minggu Palma merupakan hari dimana kita mengenangkan Yesus di eluk-elukan di Kota Yerusalem sebelum Yesus disiksa, wafat, dan bangkit dari antara orang mati.
Dalam liturgi Minggu Palma, sebelum memasuki Gereja daun-daun palma akan diberkati oleh Imam, lalu dibagikan kepada umat.
Daun palma yang biasa kita pakai dalam hari raya ini memiliki simbol yaitu, sebagai tanda penghormatan kepada Kristus yang memasuki Yerusalem selain itu,daun palma juga menyimbolkan sebagai kemenangan martir atas kematian.
Saat memasuki kota Yerusalem, Yesus sedang menunggangi keledai. Mengapa harus keledai?

Orang-orang pasti akan berpikir keledai adalah hewan yang lemah, bodoh, dan lambat. Tetapi pernyataan itu salah, dan sebenarnya keledai bukan hewan seperti yang dikatakan orang-orang tersebut. Keledai memiliki kemampuan yang tak terduga yaitu memiliki kemampuan untuk mengangkut barang-barang berat dibandingkan kuda.
Hal ini tertulis dalam Kitab Suci, Dikatakan: “Bersorak-sorailah dengan nyaring, hari puteri Sion, bersorak-sorailah, hai putri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda” (Zak 9:9). Di sinilah inti dari makna di balik penggunaan keledai oleh Tuhan Yesus.

Pada Hari Raya Minggu Palma ini, kita tidak hanya mengenang tentang Yesus di eluk-elukan di Kota Yerusalem, tetapi kita juga mengenang sengsara, wafat, dan Kebangkitan Yesus.
Setelah prosesi pemberkatan daun Palma, lalu dilanjutkan dengan perarakan masuk ke dalam gereja sambil menyanyikan lagu-lagu pujian, serta melambaikan daun-daun Palma.
Kemudian, suasana berubah menjadi sedih pada saat liturgi sabda Kisah Sengsara Yesus Kristus.

Pada khotbah yang disampaikan oleh Rm.Adianto Paulus Harun, Pastor Paroki MBSB mengatakan bahwa peristiwa Yesus memasuki kota Yerusalem membawa 2 pesan penting:

“Pertama-tama peristiwa ini mau menunjukkan kita, bahwa Yesus adalah seorang Raja. Dia adalah Raja yang berasal dari Allah yang datang untuk menyelamatkan umatnya, Dia adalah Raja yang memerintah yang bukan dengan kekuasaan, tetapi dengan cinta, pengorbanan, dan kasih yang tak terhingga”.

Lalu, pesannya yang kedua: “Dengan memasuki Kota Yerusalem, Yesus mau menunjukkan suatu komitmen, kesetiaan-Nya, akan janji dan juga akan pesan yang disampaikan oleh Allah melalui Dia bahwa Allah telah datang untuk menyelamatkan umat-Nya”. Ucapnya

Dalam pesan pada khotbah yang disampaikan kita di ingatkan bahwa Allah menyelamatkan manusia tidak hanya melalui pengajaran dan mukjizat-mujizat yang dilakukan-Nya, tetapi Ia mau menyatakan keselamatan itu melalui penderitaan, dan kematianNya di salib yang dapat menyelamatkan kita dari maut.

Marilah kita berjalan bsrsama dengan Yesus, kita menyerahkan seluruh hidup kita kepada Dia, agar kita bisa mampu mengalami keselamatan bersama dengan Dia, dan mengalami kepenuhan Sukacita yang dibawa oleh Yesus yang berasal dari Allah.

 

Sella

Sella             Komsos MBSB

 

MINGGU BIASA 2, B; 14 Januari 2024 Sam. 3:3b-10.19; 1Kor. 6:13c-15a.17-20; Yoh. 1:35-42

Tema Injil hari ini adalah mengikuti Yesus. Seperti Samuel dalam 1Sam, diperkenalkan kepada Allah oleh imam Eli; dua murid perlu diperkenalkan oleh Yohanes kepada Yesus. Kemudian mereka tinggal bersama Yesus. Andreas menjadi percaya, ia mengakui Yesus sebagai Mesias, dan mewartakannya kepada Simon. Yesus menerima Simon dan memberinya nama baru: Petrus. Jadi proses mengikuti Yesus ialah: mendengar dari orang lain, tinggal bersama Dia, menjadi percaya, menjadi saksiNya dan mengalami hubungan pribadi yang akrab dengan Tuhan Yesus.

Proses ini terjadi pada setiap dari kita yang percaya kepadaNya. Kita mengikuti Yesus bukan karena bertemu langsung secara pribadi dengan Dia. Kita mendengar atau mengenal Dia dari orang lain. Dari orang tua, untuk yang baptis bayi. Dari teman, guru, suster, pastor, pacar, suami/istri bagi yang baptis dewasa. Lalu kita tinggal bersama Yesus, mengalami Dia hadir dalam berbagai peristiwa hidup kita. Iman, kepercayaan kita semakin tumbuh, kita percaya dan menyerahkan diri kita kepadaNya. Kita suka bicara tentang Dia kepada orang-orang lain. Dan akhirnya hubungan kita dengan Dia semakin akrab. Kita menjadi orang kesayanganNya yang punya hubungan khusus, bahkan sampai punya nama kesayangan. Ini gambaran ideal pertumbuhan iman kita. Apakah kita memang tumbuh sampai begitu?

 

Saya berasal dari keluarga Katolik, dibaptis waktu masih bayi. Iman, ajaran Katolik dan ibadat saya peroieh dari keluarga dan dari sekolah Katolik tempat saya belajar. Saya bukan anak yang aktip. Kakak saya menjadi putra altar. Adik saya menjadi ketua putra altar. Saya lebih suka berdoa. Tiap pagi, sebelum sekolah mulai, saya ikut misa di gereja atau sekedar mampir di gereja untuk berdoa. Di SMP-SMA, sekolah kami punya kapel. Jadi saya terus setiap pagi berdoa atau ikut misa. Saya tertarik untuk menjadi imam, tetapi tidak mau pergi jauh untuk masuk seminari kecil. Sampai di Jakarta dibuka Seminari percobaan. Sebagai frater, saya menemukan saya suka dengan Kitab Suci dan sering memimpin kelompok Kitab Suci. Hal itu berlangsung sampai sekarang. Saya suka bicara tentang Tuhan Yesus dan iman. Entah dalam rekoleksi, bahkan sambal ngobrol santai. Saya semakin lama semakin akrab dengan Tuhan Yesus dan Ibu Maria. Karena penebusan Kristus, maka kita dipulihkan menjadi anak Allah, karena itu, Tuhan Yesus adalah kakak kita. Sebagai tradisi Tionghoa, kakak tertua itu dipanggil Kohde. Kokoh Gede. Karena itu saya sebut Tuhan Yesus sebagai Kohde dalam doa pribadi saya. Mengenai ibu Maria, saya tertular tradisi NTT. Saya sebut ibu Maria sebagai Mama Bunda. Apakah itu berarti saya jadi orang kudus, imam yang istimewa? Anda mengenal saya dengan segala sisi baik dan kelemahan saya. Saya adalah orang berdosa, yang dicintai dan dipilih Allah menjadi imamnya.

 

Para murid pertama mulai mengenal Yesus dan hidup mereka bertumbuh. Kita yang berkumpul disini, juga sudah mengenal Yesus. Dari ciri-ciri pertumbuhan iman yang sudah disebutkan tadi, kita ada dimana? Mungkin kita perlu mendengar dan merenungkan ulang pertanyaan Yesus kepada kedua murid: APA YANG KAMU CARI? Kita mencari kepentingan kita, keamanan kita, harga diri kita atau kita mencari Dia yang mengasihi kita? mari kita mohon kurnia agar kita dapat tumbuh semakin dekat dan semakin mencintai Dia. AMIN.

RD. Johanes Handriyanto Widjadja

RD. Johanes Handriyanto Widjadja

ADVEN 3, B; 17 Desember 2023
Yes. 61:1-2a.10-11; 1Tes. 5:16-24; Yoh. 1:6-8.19-28

Hari ini kita merenungkan pewartaan Yohanes Pembaptis dan tanggapan pendengarnya. Dari Injil-injil lain, kita tahu bahwa banyak orang yang mendengar pewartaan Yohanes, bertobat dan memberi diri di baptis. Tetapi dalam Injil Yohanes tekanan cerita pada reaksi pemimpin Yahudi dari Yerusalem, yang mengutus imam-imam dan orang Lewi untuk menanyai Yohanes Pembaptis. Mereka ingin tahu siapa Yohanes Pembaptis dan alasan pewartaannya. Dari tradisi, mereka tahu, Mesias akan datang. Tapi mereka mengkritisi semua berita tentang Mesias datang, karena ini akan membawa perubahan besar bagi hidup bangsa Yahudi. Dan itu juga akan berdampak besar pada kedukukan mereka. Karena itu mereka datang bukan untuk mendengarkan dan bertobat, mereka hanya mau memastikan bahwa Yohanes tidak mengganggu stabilitas dan keamanan kedudukan mereka sebagai pemimpin bangsa Yahudi.

Begitulah nasib pelaksanaan Rencana Allah. Yohanes Pembaptis mewartakan pertobatan dan pembaharuan sikap hati, ditanggapi dengan kemapanan kedudukan. Yesus datang mewartakan Kerajaan Allah dan pembaharuan sikap hati, ditanggapi dengan kemunafikan dan puas diri. Gereja mewartakan kasih dan pembaharuan sikap hati, ditanggapi dengan prestasi, kesenangan dan keamanan diri. Dunia tidak mau berubah. Dunia puas dan mau mempertahankan kemapanan, kesenangan dan prestasi yang telah dicapai. Kalau tawaran Tuhan menambah hal-hal ini, oke dan akan diterima. Tapi kalau mengganggu, jangan!

Karena itu kita suka kalau ada mukjijad, penyembuhan, kuasa yang dapat menghilangkan kesulitan dan masalah kita. Yang penting keinginan, kebutuhanku terpenuhi. Puji Tuhan. Tetapi bertobat dan mengubah cara hidup; ah, itu repot dan tidak menguntungkan. Karena itu Natal sebagai saat untuk pesta dan bersenang-senang, dengan gembira dan suka hati kita jalani. Kita mau juga berkurban dan repot-repot untuk itu. Latihan koor, dekorasi, kerja bakti, menyiapkan jajan, boleh saja. Tetapi Natal sebagai saat Tuhan datang dan menawarkan jalan baru dalam hidup kita? Pikir-pikir dulu, ah.

Mari kita renungkan: kita orang yang masih mau tumbuh menjadi lebih baik bersama Tuhan atau kita orang yang sudah puas dengan cara hidup kita? Banyak orang tidak merasa membutuhkan Sakramen Tobat karena mereka tidak melihat pentingnya memperbaiki diri. Begini sudah baik, sudah jalan, sudah beres. Mengapa harus repot-repot? Kita mau Tuhan menyesuaikan diri dengan keinginan dan kebutuhan kita. Bantu kami dalam kesulitan. Berkati usaha kami. Tapi jangan ganggu kami, kami sibuk.

Pada saat menjelang Natal, Tuhan Yesus mampir di suatu Keuskupan di kota besar. Terjadi kehebohan dan kegemparan di kantor Keuskupan. Pastor Paroki Katedral segera menyambut Yesus dan membawaNya ke ruang tamu. “Silahkan duduk dulu, Yesus, kami sedang sibuk.” Kardinal diberi tahu dan segera memerintahkan pastor Sekretaris Uskup untuk menyiapkan konfrensi pers dan mengundang semua wartawan dan mengundang semua pastor dan biarawan/wati untuk tatap muka dengan Yesus. Pastor itu mengeluh: “Kenapa Yesus datang pada saat ini, kita lagi sibuk-sibuknya!” Umat yang mendapat bocoran berita besar itu segera berbondong-bondong datang ke Keuskupan. Mereka mau melihat Yesus. Ada yang mau minta berkat, ada yang mau mohon kesembuhan ada yang mau minta tolong agar dapat pekerjaan dsb. Dan sementara itu Yesus ditinggalkan sendiri di ruang tamu. Ketika semua sudah siap, Yesus sudah pergi meninggalkan mereka.

Kita mempersiapkan semua kegiatan Natal ini untuk siapa? Kalau untuk Dia, yang dibutuhkanNya ialah hati kita yang mau bertobat dan mau tumbuh lebih dekat dengan Dia. Itulah makna Adven. AMIN.

RD. Johanes Handriyanto Widjadja

RD. Johanes Handriyanto Widjadja

MINGGU ADVEN 2, B; 10 Desember 2023
Yes. 40:1-5.9-11; 2Ptr. 3:8-14; Mrk. 1:1-8

Yohanes, tokoh yang mempersiapkan kedatangan Yesus menyampaikan dua pesan: berseru-seru di padang gurun untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan dan menyerukan pertobatan. Kepada siapa pesan pertama itu ditujukan? Seperti dikatakan nabi Yesaya, umat Israel mendapat janji, perhambaannya sudah berakhir, kesalahannya sudah ditebus, hukumannya sudah tuntas. Mereka akan kembali ke Tanah Terjanji, melalui jalan yang sudah disiapkan, diratakan. Siapa yang menyiapkan jalan itu? Tentu bukan bangsa Israel di pembuangan. Mereka yang akan memakai jalan itu. Jadi seruan itu ditujukan kepada hamba-hamba Allah, yaitu para penghuni surga, agar umat Allah dapat lewat dengan mudah. Seruan pertobatan tentu ditujukan kepada umat Allah. Jadi seruan Yohanes adalah suatu gambaran tentang persiapan kedatangan Tuhan: surga membuka jalan dan manusia menyambutnya dengan pertobatan. Tuhan datang berarti bersatunya kembali surga dengan dunia; Allah dengan manusia. Jadi, Adven adalah saat Surga membuka komunikasi dengan kita. Tuhan menawarkan harapan. Jawaban yang ditunggu dari kita: bertobat, mengubah jalan hidup. Dan hal ini terlaksana di dunia ini, sekarang ini dalam hidup kita.

Suatu hari, saya naik taksi New York City, dan kami berangkat ke Grand Central Station. Kami mengemudi di jalur kanan ketika, tiba-tiba, sebuah mobil hitam melompat keluar dari tempat parkir tepat di depan kami. Sopir taksi saya menginjak rem, selip, dan hampir menabrak bagian belakang mobil lain! Pengemudi mobil, yang hampir menyebabkan kecelakaan besar, mengeluarkan kepalanya dan dia mulai meneriakkan kata-kata buruk kepada kami. Sopir taksi saya hanya tersenyum dan melambai pada pria itu. Dia ramah. Jadi, saya berkata, “Mengapa Anda melakukan itu? Orang ini hampir merusak mobilmu dan mengirim kita ke rumah sakit!” Dan saat itulah sopir taksi saya memberi tahu saya apa yang sekarang saya sebut, “Hukum Truk Sampah.”
Banyak orang seperti truk sampah. Mereka bekendara penuh sampah, penuh frustrasi, penuh amarah, dan penuh kekecewaan. Saat sampah mereka menumpuk, mereka membutuhkan tempat untuk membuangnya. Dan jika Anda membiarkannya, mereka akan membuangnya pada Anda. Ketika seseorang ingin menumpahkan pada Anda, jangan tersinggung. Anda hanya tersenyum, melambai, berharap mereka baik-baik saja, dan melanjutkan. Anda akan senang Anda melakukannya.
Jadi ini dia: “Hukum Truk Sampah.” Saya mulai berpikir, seberapa sering saya membiarkan Truk Sampah melindas saya? Dan seberapa sering saya mengambil sampah mereka dan menyebarkannya ke orang lain bekerja, di rumah, di jalanan? Pada hari itulah saya berkata, “Saya tidak akan melakukannya lagi.” Saya mulai melihat truk sampah. Saya melihat beban yang mereka bawa. Saya melihat mereka datang untuk menurunkannya. Dan seperti Sopir Taksi saya, saya tidak menjadikannya hal pribadi; Saya hanya tersenyum, melambai, berharap mereka baik-baik saja, dan melanjutkan.

Pemimpin yang baik tahu bahwa mereka harus siap untuk pertemuan berikutnya. Orang tua yang baik tahu bahwa mereka harus menyambut anak-anak mereka pulang dari sekolah dengan pelukan dan ciuman. Para pemimpin dan orang tua tahu bahwa mereka harus hadir sepenuhnya, dan yang terbaik untuk orang-orang yang mereka sayangi. Intinya adalah bahwa orang-orang sukses tidak membiarkan Truk Sampah mengambil alih hari mereka.*

Sopir taksi adalah malaikat yang menyiapkan jalan. Penumpang adalah orang yang bertobat dan dengan berbagi pengalamannya dengan kita, dia menjadi malaikat juga yang membuka jalan bertobat bagi kita. Sampai hari ini, Tuhan masih mengutus malaikat-malaikat-Nya untuk mempersiapkan kedatangan-Nya. Sampai hari ini Dia masih memberi kita kesempatan untuk bertobat. Adven bukan hanya kegiatan sibuk untuk mempersiapkan Natal dan menyeret hidup kita sehari-hari yang terbebani. Adven adalah waktu bagi kita untuk menerima kedatangan para malaikat yang akan membuka jalan bagi kita untuk mengatur ulang hidup kita dan membuat kita menjadi malaikat bagi orang-orang di sekitar kita.

Ada sebuah pengalaman tentang Sakramen Tobat. Saya pernah membantu Romo Rohadi, seorang romo di Jakarta yang punya kuasa penyembuhan dan pengusiran setan. Dalam misa itu dia bersaksi. Saya pernah didatangani pendeta, yang juga biasa melakukan penyembuhan. Bapak pendeta itu minta tolong Romo Rohadi untuk menyembuhkan umatnya yang kerasukan roh jahat. Saya tidak bisa menyembuhkan dia, karena setan itu tahu dosa-dosa saya dan menyebutkannya didepan saya dan semua yang hadir. Jadi, romo tolong saya. Romo Rohadi, sebelum mengusir setan itu, dia mengaku dosa dulu. Dan setan itu berseru: Siapa kamu? Kenapa saya tidak dapat melihat dosa-dosamu? Romo Rohadi bersaksi: Kata-kata absolusi yang diucapkan imam, bukan kata-kata kosong. DENGAN KUASA YANG DIBERIKAN GEREJA KEPADA SAYA, SAYA MELEPASKAN KAMU DARI SEMUA DOSA-DOSAMU… itu sungguh terjadi dan Tuhan Yesus sendiri yang menghapus dosa-dosa kita. Semoga kita dengan sukacita menerima tawaran harapan dari Allah dan menyambutnya dengan Sakramen Tobat yang utuh dan benar. Amin.

RD. Johanes Handriyanto Widjadja

RD. Johanes Handriyanto Widjadja

MINGGU BIASA 31, A;5 November 2023
Mal. 1:14b-2:2b.8-10; 1Tes. 2:7b-9.13; Mat. 23:1-12

Injil hari ini meneruskan Injil minggu yang lalu. Mengasihi Allah dan sesama kita diajak melihat praktek tindakan itu dalam bidang hukum, ibadat dan hidup sosial. Kritik Yesus kepada para pemimpin bangsa Yahudi juga disampaikan kepada kita, para murid dan orang banyak. Supaya kita belajar dari kesalahan mereka dan tidak jatuh pada kesalahan yang sama.

Orang Yahudi ingin menepati Perjanjian mereka dengan Allah dengan setia melaksanakan hukum. Hukum dan aturan cenderung bertambah dan semakin ketat. Hukum Sabbat itu tujuannya agar manusia dan ternak beristirahat, karena itu tidak usah bekerja. Tetapi yang terjadi malah menjadi “hukum tidak boleh bekerja”. Kita juga begitu. “Kamu itu bikin susah. Kalau kamu butuh sesuatu, urus sendiri! Mulai besok, harus ada laporan, ditandatangani yang memohon dan penanggung jawab! Tidak boleh lagi pakai sepeda motornya bapak!” Ini contoh-contoh kecenderungan kita menambah aturan kalau ada masalah dengan orang lain.

Dalam Ibadat. Hal itu bagimu harus menjadi tanda pada tanganmu dan menjadi peringatan di dahimu (Kel.13:9). Maksudnya agar perintah Allah menjadi pusat perhatian dan dilaksanakan. Orang Yahudi mematuhinya dengan membuat tali-tali sembayang, dimana diikat ayat-ayat dari Taurat pada dahi dan tangan mereka, waktu berdoa. Makin lebar dan panjang tali itu, maka lebih banyak ayat dapat ditulis, atau dibordir. Jangan tertawakan mereka. Kita suka pakai rosario emas, mutiara atau apa yang bagus; patung Hati Kudus, Maria, gambar-gambar suci dsb; lebih besar, lebih kecil; pokoknya unik, menarik dan dikagumi orang. Bakti kepada Allah, perlu dinyatakan dalam tanda dan simbol yang nampak nyata. Hal ini merupakan kesalehan. Celakanya, kita mau atau tidak, kesalehan menjadi status simbol yang dapat menaikkan gengsi kita. Kalau kita tidak sadar, kita tidak lagi mencari Allah dalam semua kebaktian kita, tetapi mencari kehormatan diri sendiri. Itulah kemunafikan.

Penegasan Yesus untuk jangan memanggil Guru, Bapa atau Pemimpin bukan aturan hukum. Kita punya banyak guru; pater itu bapa, pastor itu gembala, imam itu pemimpin. Tetapi yang penting bagaimana sikap dalam semua gelar itu: sikap melayani. Bentuk kasih yang paling nyata ialah pelayanan. Melayani berarti kita berpusat pada kebutuhan orang yang akan mendapat pelayanan kita.

Ada seorang anak yang sudah beberapa kali dibawa menghadap kepala sekolah karena kenakalannya. Tetapi ia tetap tidak berubah, selalu mengulangi kenakalannya kepada teman-temannya. Kali ini pun, Anak itu duduk tegak, kepala tertengadah menantang dan tangan terkepal. Pak Kelapa Sekolah memandang si pemberontak itu. “Kamu lagi. Kamu tidak pernah kapok, ya?” “Memang tidak. Saya lakukan apa yang mau saya buat. Dan kalian tidak bisa menghentikan saya.” Pak Kepala Sekolah memandang guru piket yang berdiri di sana. “Kali ini anak ini melakukan apa?” “Berkelahi. Dia menjorokkan kepala Tommy ke kotak pasir.” Kepala sekolah bertanya kepada anak itu: “Kenapa? Apa yang dilakukan tommy kepadamu?” “Tidak ada. Saya tidak suka saja caranya melihat saya. Sama seperti saya juga tidak suka cara bapak melihat saya.” Ia tidak melanjutkan omongannya, matanya menatap menantang. Kepala Sekolah. memandang anak itu agak lama dan dengan lembut dia berkata: “Anakku, hari ini merupakan saat kamu belajar tentang berkat. Berkat secara singkat ialah kebaikan yang tidak layak diterima. Kamu tidak dapat mengusahakan berkat. Itu adalah pemberian. Artinya, kamu tidak akan menerima apa yang selayaknya kamu dapatkan.” Anak itu bingung. “Jadi, bapak tidak akan menghukum saya? Saya boleh pergi?” Kepala Sekolah itu memandang anak yang keras kepala itu. “Ya, saya akan membiarkan kamu pergi.” Anak itu menatap mata Kepala Sekolah. “Tidak ada hukuman, meski saya sudah memukul Tommy dan memasukkan kepalanya ke kotak pasir?” “Oh, harus ada hukuman. Yang kamu lakukan itu salah. Dan selalu ada akibat dan perbuatanmu. Berkat itu bukan alasan pemaaf untuk tindakan salah.” “Saya sudah tahu.” Dia mengajukan tangannya. “Cepat kita selesaikan saja.” Kepala Sekolah mengangguk kepada guru piket. Guru Piket memberikan sabuk ke kepala sekolah. Dilipatnya jadi dua sabuk itu. Dan dikembalikannya ke Guru Piket. Kepala Sekolah memandang anak itu dan berkata: “Saya mau kamu menghitung pukulannya.” Ia berdiri di belakang anak itu. Dilipatnya tangan anak itu dan ia yang mengajukan tangannya. Ia berbisik: “Mulai.” Sabuk itu memecut tangan Kepala Sekolah itu. “Plak!!!” Anak itu terlonjak terkejut. “Satu.” Bisiknya. “Plak!!!” “Dua.” Suaranya meninggi. “Plak!!!” “Tiga.” Anak itu merasa gelisah. “Plak!!! “Empat.” Air matanya mengembang. “Sudah. Berhenti, cukup!! Pecutan sabuk itu terus memukul telapak tangan dari Kepala Sekolah. “Plak!!! Anak itu terisak. Tolong, berhenti! “Plak!!! Plak!!!” Dia memohon. “Berhenti. Saya yang salah. Saya yang harusnya dipukul. Tolong, berhenti, berhenti.” Ia memohon sambal mengangis. Tetapi cambukan itu berlangsung terus, sampai selesai. Kepala Sekolah berdiri gemetar. Keringat membasahi wajahnya dan menetes jatuh dari dagunya. Perlahan dia berlutut. Ditatapnya wajah yang berlinang air mata dari anak itu. Dengan tangannya yang bengkak, dipeluknya anak itu, dia tersedu di dadanya. Itulah berkat.*

Kepala Sekolah itu menerapkan hukum disiplin dan keadilan. Yang salah harus dihukum. Tetapi hukum dipakai dalam cintakasih yang menumbuhkan muridnya. Itulah hukum yang melayani. Itulah berkat. Allah Bapa juga Mahaadil dan Maharahim. Kedosaan manusia harus dibersihkan supaya manusia mendapat kembali kebebasannya. Pembersihan itu dengan penebusan. Kalau manusia harus menebusnya sendiri, maka manusia akan mati. Tetapi Allah mengutus PutraNya untuk menebus dosa manusia. Sehingga manusia menjadi bebas kembali dan dapat kesempatan untuk sekali lagi memilih mengasihi Allah dan mengikuti PuteraNya.

Dari teguran Yesus, kita belajar bagaimana agar dapat menghindari kesalahan dan kemunafikan orang Yahudi. Dengan melihat kasih Allah dalam Yesus Kristus, kita diajak untuk meneladan Yesus; menjadikan hukum sebagai pelayan kebebasan dan pertumbuhan manusia. Hukum dibuat untuk mengatur hidup bersama. Dan dapat disalah gunakan untuk kepentingan kita, yang membuat dan melaksanakan hukum itu. Tetapi hukum dalam bingkai kasih, menjadi pembebasan dan pertumbuhan manusia. Hukum kasih adalah berkat bagi kita. Semoga kita ikut mewujudkannya. Amin.

*F O O D F O R T H O U G H T: GRACE

RD. Johanes Handriyanto Widjadja

RD. Johanes Handriyanto Widjadja

MINGGU BIASA 30, A; 29 Oktober 2023
Kel. 22:21-27; 1Tes. 1:5c-10; Mat. 22:34-40

Kedua perintah emas, mengasihi Allah dan sesama diambil Yesus dari rumus awal Ibadat Pagi dan Ibadat Sore yang wajib didoakan orang Yahudi dua kali sehari. Jawaban sederhana untuk sebuah pertanyaan yang berat dan rumit bagi para guru agama bangsa Yahudi yang sibuk memilah-milah 600 lebih aturan dan hukum yang diambil dari 5 Kitab Taurat Musa. Sebagai murid-murid Kristus kita diharapkan menghayati kedua perintah utama: mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Tetapi bukan kah kedua hal ini sudah kita lakukan?

Tentu saja. Kita kan orang baik-baik. Jadi pasti kita sudah menunjukkan kasih kepada Allah dalam ibadat dan berbagai kegiatan gerejani dan rohani kita. Juga kepada orang lain kita juga baik-baik saja. Tentu hal ini sangat baik. Tetapi mari kita renungkan sekali lagi pesan Yesus secara lebih mendalam: mengasihi Tuhan dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Perintah ini maksudnya agar kita mengasih Tuhan dengan seluruh diri kita. Dan karena perintah mengasihi sesama itu sama dengan yang pertama, maka mengasihi sesama juga hendaknya dengan seluruh pribadi kita; pikiran, perasaan dan kehendak. Kalau pertanyaannya begitu, maka kita terpaksa meralat jawaban kita: ya sudah melakukan, tapi kadang-kadang, tidak selalu.

Mengapa kita masih sering belum mampu melaksanakan kaidah emas itu dalam hidup kita? Kemungkinan karena kita masih melihat bahwa menjadi baik itu suatu kewajiban agar kita selamat. Itu cara berpikir Farisi, yang ditolak Yesus! Karena kewajibannya banyak, maka mereka perlu memilah-milah mana yang pokok, wajib, halal dsb. Yesus tidak menunjuk suatu hukum khusus tertentu. Yesus menunjuk kepada prinsip umum: Mengasihi Allah dan sesama. Prinsipnya adalah kasih. Melaksanakan hukum adalah tanggapan kita atas kasih Allah. Kita membalas mengasihi, bukan supaya selamat. Kita membalas mengasihi sebagai tanda bahwa kita menerima kasih Allah dan kita sudah selamat. Semangat kasih seperti itu yang diharapkan Yesus dimiliki para muridNya.

Ada Iklan operasi plastik: Kulit baru: menghilangkan keriput-keriput halus dan parut-parut. Mata baru: menghilangkan kantung mata dan lemak. Hidung dan pipi baru: Memperbaiki dan menciptakan tampilan yang lebih cantik dan seimbang. Bibir baru: Menghapus kerut dan memperbaiki bentuk bibir. Tubuh baru: menghilangkan lemak melalui sedot lemak.

Orang membayar banyak untuk punya penampilan baru. Sayangnya, sedikit sekali orang percaya yang pernah mempertimbangkan perubahan hidup rohani. Rasul Paulus mendesak bahwa setiap orang percaya, harus mempunyai perubahan abadi. Bukan melalui pemotongan, suntikan atau sinar laser, tetapi melalui Roh Kudus. Diri kita yang lama disalibkan bersama Kristus. tubuh dosa kita sudah dihancurkan dan kita tidak lagi melayani dosa. Dengan Kuasa Roh Kudus kita sudah diperbaharui luar-dalam.

Tanda kita sudah punya penampilan baru dari Roh Kudus: lebih sedikit kerutan dahi, lebih banyak sukacita; mata yang kurang merendahkan orang, tetapi lebih terarah keatas, kepada Tuhan; Bibir baru yang kurang kasar dan sinis, tetapi lebih banyak memuji; hidung dan pipi baru yang tidak mendongak sombong tetapi yang lebih rendah hati; suatu tubuh baru yang lebih menghadirkan Kristus.*

Mengasihi Allah dan sesama dengan seluruh diri kita adalah ajakan untuk mengalihkan pokok perhatian kita: dari berpusat pada diri sendiri, menjadi berpusat pada Allah dan sesama. Berpusat pada diri sendiri membuat kita merasa butuh, ingin dan berharap. Seringkali hal ini tidak tercapai, maka kita sedih, kecewa, takut, cemas, merasa gagal, tidak dicintai dll.dsb. lalu kita memilih hidup sekedarnya, menjalankan kewajiban ala kadarnya; cukup dengan menjadi manusia baik-baik saja.

Jadi, berpusat pada Allah dan sesama, bukan beban hidup, tetapi suatu cara hidup yang ditawarkan Allah agar kita hidup bahagia, tidak dibelenggu oleh kecemasan, ketakutan dan ketidak bahagiaan karena yang kita inginkan, harapkan dan butuhkan tidak tercapai. Jika berpusat pada Allah dan sesama membuat hidup kita jadi bahagia, maka dengan sendirinya hidup kita akan menularkan kebahagiaan kepada sesama, orang-orang yang ada di sekitar kita. Begitulah hidup dijalani secara penuh; dengan seluruh potensi kita; kemampuan dan kehendak kita untuk menjadi lebih baik. Amin.

*F O O D F O R T H O U G H T; Jeff Lee: A NEW BODY

RD. Johanes Handriyanto Widjadja

RD. Johanes Handriyanto Widjadja

MINGGU BIASA 29, A; 22 Oktober 2023 (Minggu Misi)
Yes. 45:1.4-6; 1Tes. 1:1-5b; Mat. 22:15-20

Pertanyaan orang Farisi dan Herodian tentang pajak, merupakan jebakan yang cerdik. Orang Farisi tidak setuju orang Yahudi membayar pajak kepada kaisar. Ada 3 alasan: A. membayar pajak itu hanya kepada Yahwe, pemilik bangsa Israel. B. membayar pajak kepada Kaisar berarti mengakui Kaisar lebih berkuasa daripada Yahwe. C. uang dinar yang dipakai untuk membayar pajak adalah uang romawi. Pada satu sisi mata uang itu ada cetakan kepala kaisar yang berkuasa dan disisi lain ada tulisan: Kaisar… Anak Allah. Jadi membayar pajak, berarti mengakui kaisar sebagai anak Allah. Itu syirik! Menduakan Allah.
Orang Herodian setuju dengan membayar pajak. Tetapi mereka ingin agar uang pajak itu dikelola oleh penguasa setempat, yaitu Raja Herodes. Jadi apa pun jawaban Yesus, setuju atau menolak, pasti salah. Jebakan yang cerdik dan rapih.

Jawaban Yesus adalah jawaban praktis untuk saat itu: kamu keberatan membayar pajak kepada kaisar, tetapi kamu tidak berbuat apa-apa. Hanya wacana saja. Jadi berikan kepada kaisar yang menjadi haknya. Ini jawaban yang cerdik dan sudah cukup. Tetapi lebih dari itu, Yesus menambahkan: Berikah kepada Allah yang menjadi hak Allah! Yesus mau menunjukkan ada hal yang lebih penting daripada sibuk dengan soal pajak. Apakah kamu sudah memperhatikan kehendak, kuasa, kasih Allah dan mengambil sikap yang sesuai dengan kehendakNya?

Hal itu yang sering terjadi dalam hidup kita. Kita disibukkan dengan berbagai masalah dengan semua alasan dan pertimbangan untung-rugi, kepantasan dsb. Itu hidup yang berpusat pada diri sendiri. Tetapi apakah kita sempat sejenak melihat ke atas dan bertanya: Apa kehendakMu, Tuhan? Hidup bukan sekedar kesibukan dengan macam-macam urusan dan kepentingan diri. Iman juga bukan sekedar tindakan dan wacana kesalehan. Jika hidup terutama berpusat pada hak Allah, pada kehendakNya, maka hidup akan dijalani secara berbeda.

Setiap dari kita adalah orang yang dikasihi Allah dan diberinya kepercayaan dan tugas untuk menghadirkan dan menyebarkan Kerajaan Allah ketengah masyarakat dimana kita hidup dan bekerja. Itu tugas kita, itu misi kita. Bagaimana kita dapat melaksanakannya?

Ada seorang anak yang diculik oleh bekas pegawai ayahnya, dia ditembak di kepala, kena pada matanya dan ditinggal pergi. Untung peluru itu seletah menembus bola mata, keluar lewat kening kanan tanpa merusak otak. Dia ditolong seseorang. Setelah sembuh, dia diminta melukiskan siapa orang yang menculik dan menembaknya. Dengan gambaran yang diberikannya, dapat dilukis wajah orang itu. Tetapi pada saat pembuktian, anak itu begitu gugup, ia tak dapat menunjuk yang mana orang yang menembaknya diantara beberapa orang. Akibatnya orang itu bebas karena tidak ada bukti. Anak itu kehilangan mata kirinya, 3 tahun hidup dalam trauma. Saat ia berumur 13 tahun, dalam suatu pendalaman Alkitab, ia menemukan bahwa ia tetap hidup karena keajaiban lindungan dan kasih Allah. Ia terbebas dari trauma dan ketakutan, ia hidup tanpa dendam, ia menyelesaikan sekolah, menikah dan punya 2 anak.

22 tahun kemudian, polisi yang dulu menyelidiki kasus penembakannya, memberi tahu bahwa penjahat itu mengaku. Dia sudah 70 tahun, buta, sakit-sakitan, tanpa teman atau keluarga. Dia mohon maaf. Orang itu datang, memaafkannya, bahkan mengajak anak dan istrinya mengunjungi orang tua itu. Bahkan mereka memperlakukannya sebagai keluarga dan menghiburnya sampai saat meninggalnya. Apa yang ditulisnya tentang dirinya: Dunia memandangku sebagai kurban tragedi yang mengerikan. Aku memandang diriku sebagai ‘kurban’ sejumlah mukjijad. Aku hidup, tidak cacat mental, punya istri dan keluarga yang bahagia. Aku punya banyak peluang, aku orang yang menerima begitu banyak anugerah. Orang heran karena aku memaafkan orang itu. Aku sendiri melihat bahwa aku tidak dapat tidak, harus memaafkannya. Jika aku hidup untuk membencinya atau berusaha membalas dendam, maka aku tidak dapat menjadi orang seperti adanya aku sekarang ini. Punya istri dan anak-anak yang mencintai aku.*

Jangan sibuk tentang pajak, jangan sibuk tentang beban. Allah telah memberi karunia. Apa yang dapat kita kembalikan kepadaNya sebagai hakNya? Membagikan kebaikan Allah dalam hidup kita. AMIN.

* Chicken Soup for the unsinkable Soul: Kekuatan Sikap Pemaaf, hal 313-316

 

RD. Johanes Handriyanto Widjadja

RD. Johanes Handriyanto Widjadja

MINGGU BIASA 28. A; 15 Oktober 2023
Yes. 25:6-10a; Flp. 4:12-14; Mat. 22:1-10

Pertanyaan pokok dalam perumpamaan ini adalah: undangan Perjamuan nikah itu kehormatan atau gangguan?. Dalam tradisi bangsa Yahudi, Undangan datang ke pesta nikah dari seorang Raja, merupakan sebuah undangan kehormatan. Raja-raja kota sekitar yang diundang dinyatakan sebagai kerabat dekat raja. Mereka dinyatakan sebagai sekutu dan berbagi kuasa, keamanan dan kesejahteraan bersama. Tanggapan mereka punya makna ikatan kesetiaan kepada raja; dan Putra Mahkota yang akan menggantikannnya. Tetapi diundang pesta, merupakan hal yang merepotkan juga. Perjalanan ke tempat nikah, dapat memakan waktu berhari-hari; mungkin ada kesibukan di ladang, ada kegiatan lain yang lebih mendesak. Ada penguasa-penguasa yang tidak mau setia kepada raja dan bersikap menantang; menangkap, menyiksa dan membunuh utusan itu. Penolakan adalah pemberontakan yang layak dihukum keras oleh Raja itu. Orang-orang lain yang diundang, bukan langsung dipaksa datang. Mereka diberi undangan dan diharapkan datang pada waktunya. Tamu yang begitu tidak perduli pada Raja yang mengundangnya, pantas diusir, bahkan dibuang dari tempat pesta.

Dalam perumpamaan ini, Yesus menunjukkan: Allah begitu sabar dan ingin mengundang kita ikut dalam PerjamuanNya; tetapi banyak orang menolak dan acuh tak acuh. Waktu Mateus mencacat cerita ini, orang Kristen lah orang-orang dari jalan-jalan yang diundang Allah ke Perjamuan Nikah PutraNya; setelah orang-orang Yahudi, penerima undangan pertama, menolaknya.

Yang pasti, Allah mengundang kita semua untuk hadir dalam perjamuan nikah sang Putera. Artinya kita diundang dan ditawari untuk ikut dalam persekutuan dengan Putera Allah. Mendapat jaminan keselamatan karena bersatu dengan Dia. Bukan hanya karena Putera Allah adalah akhli waris surga, tetapi lebih-lebih karena Dia telah menebus kita dengan sengsara, kematian dan darahNya. Bagaimana tanggapan kita? Seperti yang diceritakan Yesus dalam perumpamaan hari ini, kita dapat saja termasuk pada orang sibuk, atau orang yang sudah tidak mau atau orang yang acuh terhadap undangannya atau kita orang yang semangat menerima undanganNya. Tanggapan kita adalah pilihan sikap kita. Pilihan kita, dalam perumpamaan itu ditentukan oleh cara kita bersikap: Undangan Tuhan itu mengganggu dan merepotkan atau merupakan kesempatan dan anugerah tawaran kasih?
Bagi orang yang tidak perduli dengan hal-hal rohani, undangan Tuhan itu menjadi gangguan. Harus ke gereja, harus hidup jujur, harus pengertian dan kasih kepada sesama, dll.dsb. Hidup menjadi sejumlah kewajiban yang merepotkan dan merugikan kita. Otak cenderung bekerja mencari fokus. Kalau kita ingin beli mobil merah, maka di jalan kita menemukan banyak mobil warna merah. Kalau saya sedang sayang-sayangnya sama cucu, maka saya akan menemukan banyak bayi berumur satu tahun, untuk saya bandingkan dengan cucu saya. Otak selalu mencari fokus dan sekaligus hal-hal lain menjadi kabur dari perhatian kita. Kalau fokus kita tentang hal yang penting, bukan hanya mata yang fokus, tetapi seluruh diri saya ikut terfokus ke sana. Melihat orang yang kita tunggu datang, seluruh tubuh bereaksi; hati berdebar, mata bersinar, bibir tersenyum tangan terbuka. Seluruh diri kita siap menyambut día.

Kembali ke pokok firman hari ini. Apakah undangan Tuhan itu mengganggu atau menghibur? Tergantung fokus kita. Orang yang sibuk dengan berbagai urusan, maka ia mudah menemukan berbagai masalah dalam hidupnya. Ia hidup dikejar waktu, target rasanya tidak tercapai. Hidup tidak tenang dan melelahkan. Orang yang menolak tawaran Tuhan, ia menemukan bahwa hidup ini harus diisi alasan mengapa ia menolak. Harus membuktikan bahwa dia benar. Hatinya mudah menemukan kesalahan, ia tidak tenang, sikapnya memberontak dan ia tidak bahagia. Orang yang acuh tak acuh, hidupnya tanpa arah. Pedomannya adalah kesenangan. Cepat bosan, hidup tidak menarik, hanya berganti-ganti kegiatan tanpa tujuan.

Para aktivis gereja, biasanya bukan hanya rajin misa, tapi jadwal hariannya juga dipenuhi dengan berbagai kegiatan rohani. Jam 12, alarm Angelus. Jam 3 siang, Doa Kerahiman. Jam 6 sore, doa rosario dll.dsb. Kegiatan rohani menjadi fokus hidupnya. Dengan fokus pada hidup rohani, orang ini lebih mudah menemukan kebaikan Allah dalam hidupnya, sehingga hidupnya diisi dengan bersyukur. Dan orang yang mudah bersyukur, maka juga akan mudah menemukan hal-hal baik dalam hidupnya.

Pada masa pandemi covid 19 ini kita boleh ikut misa streaming karena tidak memungkinkan keluar rumah. Sekarang ada yang menjadi umat bebas, misa streaming dimana-mana. Dan cukup ikut misa streaming. Lebih enak. Gak usah repot ke gereja, tidak perlu rapi-rapi, bisa milih misa kapan saja dan dimana saja. Ada yang menikmati kebebasan, bisa ikut misa, bisa tanpa misa, karena tidak ada lagi kontrol sosial dari warga basis atau teman. Bantuan Gereja digunakan untuk keenakan pribadi. Hadir bersama, bagi beberapa orang menjadi tidak penting.

Tawaran Yesus hari ini, menjadi ukuran, bagaimana kita menghayati tawaran hidup dalam kedekatan dengan Tuhan. Menerima Yesus berarti hidup yang berfokus pada kebahagiaan dan keselamatan. Seharusnya hidup rohani itu bukan sejumlah kegiatan untuk merepotkan kita. Justru hal-hal itu yang membuat pikiran dan hidup kita berfokus pada kebahagiaan, damai dan keselamatan. Mau kah, kita? Amin.

 

RD. Johanes Handriyanto Widjadja

RD. Johanes Handriyanto Widjadja

Tetapi Ia berkata: “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.” Lukas 11:28 Dalam bacaan Injil hari ini Tuhan Yesus bertemu dengan seorang perempuan yang memuji ibu-Nya sebagai orang yang berbahagia, karena telah mengandung dan menyusui-Nya. Atas pernyataan tersebut, Tuhan Yesus menjawab : “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan […]

MINGGU BIASA 27, A; 8 Oktober 2023
Yes. 5:1-7; Flp. 4:6-9; Mat. 21:33-43

 

Perumpamaan hari ini ditujukan Yesus kepada para pemimpin bangsa Yahudi. Untuk memahami maksud Yesus dengan perumpamaan ini, kita perlu mengerti latar belakang situasi ceritanya. Untuk menyiapkan kebun anggur, dilukiskan banyaknya pekerjaan: mencangkul, membuang batu-batu (yang sangat banyak di Israel) dan menanaminya dengan anggur pilihan. Lalu persiapan untuk panen: menara jaga untuk mengawasi kebun itu dari pencuri, tempat pemerasan anggur. Dalam Injil Mat, masih ditambahkan pagar sekelilingnya, untuk mencegah binatang buas atau ternak masuk dan merusak kebun itu. Tentu pemilik kebun itu mengharapkan hasil dari investasi besar yang sudah dilakukannya. Tindakan para penyewa yang tidak mau menyerahkan bagi hasil, sudah tidak benar. Yang paling buruk, mereka mencoba merampas tanah itu dengan membunuh akhli warisnya. Tanah adalah tanda berkat Allah kepada bangsa terpilih. Tanah sebagai hak waris, sedapat-dapatnya jangan dijual. Sekarang mereka mencoba merampasnya. Ini tindakan yang sangat tidak dapat diterima. Jadi jawaban para pemimpin bangsa Yahudi adalah jawaban logis. Orang yang seperti itu, layak dibunuh dan diganti oleh yang lebih bertanggung jawab.

 

Mereka menangkap maksud Yesus dengan perumpamaan ini. Mereka merasa tersindir, tetapi mereka berkeras tidak mau mengubah pandangan dan sikap hidup mereka. Yesus tetap dilihat sebagai yang membahayakan ketertiban masyarakat dan dapat menjadi ancaman penekanan dari pemerintah Romawi untuk bertindak lebih keras lagi kepada mereka. Mereka ingin mengamankan posisi dan kedudukan mereka dan menolak untuk menerima ajakan Yesus untuk melihat bahwa Allah sudah datang untuk menyelamatkan mereka. Mereka menolak untuk bertobat dan berubah.

 

Hal yang layak kita renungkan: apakah saya merasa bahwa saya seperti para penggarap kebun anggur itu? Tentu tidak! Tapi saya dapat menunjukkan siapa orang-orang yang seperti mereka. Jika kita menjawab demikian, maka kita tidak menangkap pesan Yesus. Tuhan Yesus mau memperlihatkan, betapa Allah itu mahasabar dan mahangotot. Tidak ada putus asa dalam usaha Allah untuk menawarkan pertobatan kepada manusia. Bahkan sampai menyerahkan PuteraNya sendiri. Pesan bagi kita: Kalau sekarang hidup kita belum berbuah, masih ada kesempatan untuk memperbaikinya. Ubah hidup kita dari berpusat pada diri sendiri dan kepentingan diri kita, menjadi orang yang giat mencari Tuhan dan mengusahakan untuk menghasilkan yang baik untuk sesama.

 

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku, bahwa sesungguhnya ini hanya titipan, bahwa mobilku hanya titipan Nya, bahwa rumahku hanya titipan Nya, bahwa hartaku hanya titipan Nya, bahwa putraku hanya titipan Nya.

Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku? Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku? Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini? Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?

Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya? Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah, kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka, kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku, aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak mobil, lebih banyak rumah, lebih banyak popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan, Seolah … semua “derita” adalah hukuman bagiku. Seolah … keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika: aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan Nikmat dunia kerap menghampiriku. Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih. Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”, dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,

Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah… “ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja” *

 

Kita tidak merasa bahwa hidup dan seluruh kegiatan kita adalah titipan, kebun anggur Tuhan dimana kita jadi penggarapnya. Kita merasa bahwa kita pemilik, kita pengusaha dan semua hasilnya adalah milik kita. Seperti dikatakan Rendra, Tuhan itu kita perlakukan sebagai mitra dagang. Kita perlakukan hukum ‘tabur-tuai’. Saya sudah baik, maka berkat harus turun dan bencana harus jauh. Jika tidak, maka Tuhan tidak adil.

 

Dalam sebuah kelompok doa, ada seorang bapak sharing demikian: “Saya bekerja itu sekarang untuk Tuhan. Apa yang saya usahakan, saya lakukan sedapat-dapatnya untuk kemuliaan Tuhan dan kesejahteraan sesama. Dan di luar pekerjaan saya juga mencoba menyisihkan waktu untuk kegiatan Gereja dan masyarakat.” Sesudah syaring seseorang berkata: “Wah, hidup bapak penuh dengan Tuhan dan kegiatan sosial. Pasti Tuhan akan memberkati bapak, ya.” Tetapi bapak itu menjawab: “Saya tidak melakukan ini untuk mengharapkan berkat Tuhan. Maaf. Bukan saya mau sombong. Saya melakukan ini untuk membayar hutang saya kepada Tuhan. BerkatNya sudah lama, dari dulu sudah saya terima dengan limpahnya. Sekarang saya sedang berusaha mengembalikan apa yang sudah dikurniakanNya kepada saya. Semoga saya dapat membayarnya sedikit dari begitu banyak kebaikan Tuhan kepada saya.”

Kita lupa bahwa semua kehidupan kita adalah kebun anggur yang diinvestasikan Allah dalam hidup kita. Allah yang sudah mempersiapkan segala-galanya untuk kita. Kita dipercaya dan diberi kesempatan untuk menggarapnya. Semoga hidup kita menjadi buah bagi diri kita, saudara/i kita dan sesama kita. Jika kita belum bisa menjadi berkat, semoga hidup kita sekurang-kurangnya memudahkan hidup orang lain demi kemuliaan Tuhan. Amin.

 

*WS Rendra

RD. Johanes Handriyanto Widjadja

RD. Johanes Handriyanto Widjadja