ALLAH YANG PERCAYA, ALLAH YANG AMBIL RESIKO
Ams. 31:10-13.19-20.30-31; 1Tes. 5:1-6; Mat. 25:14-30
Perumpamaan Talenta ini sudah sangat kita kenal dan biasanya kita membahas tentang Hamba III. Padahal, tokoh sentral pada perumpamaan ini ialah Tuan pemberi modal itu. Siapa dia? Pasti ia orang kaya. 1 talenta itu 6.000 dinar. 1 dinar = upah buruh sehari. Jika kita hitung upah buruh sekarang Rp. 100.000/hari; maka 1 talenta = Rp. 600 juta! Kita perlu mengenal sikap orang kaya itu; karena itu sikap Allah yang digambarkan Yesus. Pertama, Tuan itu mengenal hamba-hambanya. Karena itu ia memberi sesuai dengan kepribadian orangnya. Hamba I dan II adalah orang yang semangat dan tanggung jawab. Karena itu mereka diberi modal besar. 1,2m dan 3m. Hamba III itu orangnya pesimis dan takut-takut. Tetapi toh tetap diberi kesempatan dan kepercayaan. Dia dimodali 600 juta. Kedua. Sikapnya terhadap keberhasilan Hamba I dan II: mereka dihargai bukan karena dapat keuntungan 100%. Hamba III boleh menyerahkan uangnya kepada orang yang bisa memutarkan uang. Jadi untung sedikit juga tidak masalah. Tetapi yang penting adalah kesetiaan dalam usaha. Dan mereka diganjar: masuk dalam kebahagiaan Tuanmu. Artinya, bukan sekedar dapat bonus, tetapi dijadikan orang merdeka yang boleh tinggal bersama sebagai anggota keluarga tuannya, Ketiga. Hamba III itu disebut jahat dan malas. Padahal dia jujur, tidak mekan uang tuannya dan mengaku bahwa dia takut kepada tuannya. Menyia-nyiakan kepercayaan karena takut dan tidak mau usaha. Itulah jahat dan malas.Begitulah Allah. Allah menghargai setiap dari kita dan memberi kita kesempatan dan kepercayaan. Allah memodali kita dengan talenta berlimpah, lebih dari cukup. Dan kita diharapkan setia berusaha, sehingga kita dapat bahagia bersatu dengan Allah. Itulah Kerajaan Allah. Allah yang percaya; manusia yang setia dan tekun berusaha dan kehidupan yang bahagia bersama Allah sampai di surga. Kalau Allah begitu, kita bagaimana? Mungkin sebagian besar dari kita, merasa seperti Hamba III; orang yang modal dan kemampuan sedikit. Tidak terlalu percaya diri dan tidak terlalu suka dengan tanggung jawab. Kepercayaan Tuhan rasanya jadi beban dan tidak membahagiakan. Mungkin kita masih sibuk dengan diri kita, urusan kita dan kepentingan kita. Dalam dunia Pendidikan, biasanya dibedakan antara anak pintar, anak biasa dan anak bodoh. Orang tua berusaha agar anaknya termasuk anak pintar, paling tidak anak biasa. Kalau bisa, jangan jadi anak bodoh. Anak pintar adalah anak yang cenderung menguasai sebanyak mungkin pelajaran dan dapat nilai baik. Anak biasa, mencapai nilai cukup untuk semua pelajaran dengan sedikit nilai baik dan sedikit nilai kurang. Anak bodoh, biasanya memilikii minat besar pada beberapa hal dan kurang tertarik pada berbagai bidang lain. Orang tua biasanya memberi les tambahan untuk bidang yang anaknya kurang. Kalau ada waktu dan uang, menambah les ketrampilan untuk hal-hal yang dianggap penting untuk masa depannya.Masa depan anak pintar, biasanya mudah dapat pekerjaan yang baik, dengan penghasilan besar. Apakah mereka sukses? belum tentu. Anak pintar tidak dibiasakan FOKUS pada apa yang jadi minat mereka. Mereka bekerja pada bidang yang mereka mampu, bukan yang mereka minati. Jadi, bisa dapat uang banyak, tetapi apa menikmati, menghargai yang mereka kerjakan dan dihargai orang lain? Belum tentu. Anak bodoh, karena biasa FOKUS pada KEKUATAN yang dimiliki, mereka cenderung memilih pekerjaan yang memberi kepuasan kerja, bukan pada penghasilannya. Ada 2 orang yang dulu dikenal anak bodoh, sampai tinggal kelas. Yang satu menjadi fotografer professional dengan client dari perusahaan-perusahaan terkenal di Indonesia dan si b menjadi montir professional yang disegani di dunia rally mobil. Deddy Corbuzier dan Rhenald Khasali semasa sekolah juga tidak termasuk murid yang cemerlang. Deddy tetapi sejak kecil punya minat mendalam dengan dunia sulap. Sekarang, siapa yang tidak mengenal Deddy Corbuzier. Rheinald sekarang menjadi professor yang sekarang merupakan salah satu pembicara handal.Jadi dalam Pendidikan anak-anak kita, bantu mereka menemukan kekuatan dan talenta mereka. Tentu arahkan mereka juga pada bidang lain yang mereka lemah. Jadi game player, perlu bisa Bahasa Inggris untuk main ditingkat internasional. Jadi montir, perlu tahu matematika supaya bisa mengerti mesin dengan baik. Jika kita yang biasa-biasa, jadi karyawan, biasanya oleh tempat kerja kita diberi pelatihan untuk mengatasi kelemahan kita. Tetapi jangan terpaku pada kelemahan anda, fokuskan perhatian anda lebih kepada kekuatan anda. Sehingga anda dapat bekerja dengan lebih semangat dan bahagia.*Mungkin tulisan ini dapat menerangkan mengapa kita tidak merasa diri cukup hebat dan bahagia dengan diri kita. Kita melihat diri yang tidak membanggakan. Orang biasa yang penuh kekurangan; dengan kemampuan biasa-biasa dan tanpa kelebihan. Padahal yang terjadi, kita tidak biasa mengolah dan mengembangkan kelebihan kita.Kita dipanggil dan direncanakan Tuhan untuk tumbuh dan bahagia bersama Allah. Dimana talenta kita? Tidak harus dalam kecerdasan otak. Ketrampilan kerja, kemampuan bersosialisasi, kesetiaan dan ketekunan dalam usaha; perhatian kepada keluarga, istri dan anak; ada banyak hal yang dapat kita tumbuh kembangkan, sesuai dengan kemampuan dan minat kita. Pertanyaannya, maukah kita?Perumpamaan talenta hendaknya berlanjut dalam hidup kita. Menjadi Hamba III yang tumbuh dalam kesetiaan, kepercayaan diri dan ketekunan; dan akhirnya hidup bahagia bersama Tuhan Yesus, Roh Kudus dan Allah Bapa di surga. Dan orang itu adalah saya dan anda. Amin.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!